Wednesday, August 22, 2018

Tata Cara Pernikahan Adat Yogyakarta

Susunan pernikahan adat jogja. Pernikahan atau sering pula disebut dengan perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memiliki sebuah adat atau cara tersendiri dalam melaksanakan upacara sakral tersebut, Upacara Pernikahan Adat Yogyakarta dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan atau akad Nikah. Biasanya dilanjutkan dengan Upacara Adat Panggih (optional). Tahapan-tahapan Upacara Pernikahan Adat Yogyakarta tersebut memiliki simbol – simbol dalam setiap sessionnya, atau biasa kita sebut sebagai makna yang terkandung dalam tiap tahapan Upacara Pernikahan Adat Yogyakarta. Adapun tahapan – tahapan dalam Upacara Pernikahan Adat Yogyakarta adalah sebagai berikut:

  • Pra-nikah

  • Nontoni

Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah untuk mengetahui status gadis yang akan dinikahkan dengan anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat ‘lampu hijau’ dari pihak gadis, maka orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk saling “dipertontonkan”.


  • Melamar

Dalam melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putri. Untuk itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari. Namun, pada zaman sekarang ini, proses melamar ini sudah dianggap sangat biasa sehingga bias langsung dijawab dan tidak perlu menunggu jawaban selama 5 hari.


  • Paningset atau Srah-srahan

Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu, orangtua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.


  • Pengajian

Biasanya pada zaman sekarang, adat pernikahan yang dilakukan sudah tidak sekental dulu, karena zaman sekarang proses yang dilakukan lebih mengarah ke agama masing-masing, contohnya agama islam dengan mengadakan pengajian pada siang hari sehari sebelum hari jadi. Kalau mengikuti adat yang sebenarnya, setelah paningset itu ada acara Sowan Luhur yaitu seperti ziarah ke makam leluhur untuk meminta doa restu, dilanjutkan dengan beberapa proses yang mengarah ke persembahan untuk leluhur yang pada zaman sekarang jarang dilakukan karena ada yang beranggapan tidak sesuai dengan syariat Islam dan tidak praktis.

  • Siraman dan Dodol Dawet

Siraman- Peralatan yang dipakai untuk siraman adalah sekar manca warna yang dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar, dan tumpeng robyong. Air yang dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air tempuran. Tata caranya :
Masing-masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh bapak mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah pamore anakku’.
Seusai siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya ‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.



Setelah proses siraman, ada suap-suapan tumpeng yang dilakukan orangtua mempelai wanita, maknanya ini adalah suapan terakhir sebelum sang anak menjadi milik orang lain.

Dodol Dawet- Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes (mencukur rambut halus disekitar kening dan di hias) itu, kedua orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambing kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.
Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan ‘kreweng’ (pecahan genting yang sudah dibentuk seperti koin) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri , harus saling membantu.



  • Midodareni


Malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih disebur malam midodareni. Midodareni berasal dari kata widodari. Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari kayangan akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita, untuk menyempurnakan dan mepercantik pengantin wanita. Calon pengantin wanita sendiri tidak diperkenankan keluar dari kamar pengantin dan tidak boleh bertemu dengan calon pengantin pria. Biasanya, dari pihak teman-teman dan kerabat pengantin wanita yang akan menemani didalam kamar sampai akhir acara. Prosesi yang dilakukan:
-Datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih. (jarang dilakukan)
-Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar, menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.
-Turunnya kembar mayang merupakan saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik para dewa yang menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu. Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.
Kembar Mayang ini sudah sangat jarang sekali dilakukan, karena waktu yang harus dilakukan adalah tengah malam sehingga sangat tidak praktis. Selain itu, prosesi ini lebih mengarah ke para leluhur dan para dewa sehingga lebih baik tidak dilakukan untuk mengindari anggapan musyrik bagi agama islam.




Acara Nikahan

  • Ijab Panikah

Pelaksanaan ijab panikah ini mengacu pada agama yang dianut oleh pengantin. Dalam tata cara Keraton, saat ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk penghulu maupun mempelai diatur sebagai berikut :

  • Pengantin laki-laki menghadap barat
  • Naib di sebelah barat menghadap timur
  • Wali menghadap ke selatan, dan para saksi bisa menyesuaikan

Dalam kepercayaan agama islam yang sebenarnya, saat prosesi Ijab, pengantin wanita tidak diperkenankan bersanding dengan pengantin pria, karena dianggap belum sah secara agama. Pengantin wanita biasanya menunggu diruangan lain dan mendengarkan.
Saat prosesi ijab selesai dan sudah sah secara agama dan hukum dengan menandatangani berkas-berkas KUA, sang peghulu dan saksi akan mendatangi ruangan pengantin wanita untuk menandatangani berkas-berkas KUA.
Setelah semuanya selesai, pengantin wanita akan keluar menuju tempat Ijab didampingi dua orang sesepuh keluarga (diwajibkan wanita yang sudah menikah)
Saat sampai di tempat Ijab, sang pengantin biasanya saling bertukar cincin dan menyerahkan mas kawin atau mahar.



  • Upacara Adat Panggih


Panggih dalam bahasa Jawa berarti bertemu, merupakan budaya tradisional yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Maknanya agar pasangan yang baru menikah dapat menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan bahagia dan sejahtera diiringi restu dari kedua orang tua serta sanak saudara.
Perlengkapan yang dipakai dalam upacara ini diantaranya : Pisang Sanggan, terdiri dari buah pisang raja, suruh ayu (daun sirih yang masih segar), gambir, kembang telon (3 macam bunga : mawar, melati, dan kantil), lawe wenang (benang warna putih untuk mengikat daun sirih) diletakkan pada nampan terhias daun pisang melambang kemantapan pengantin menjalani pernikahan yang suci.
Selain itu juga terdapat daun beringin, nanas, melati, padi, kapas, cengkir dimaknakan agar perjalanan hidup kedua mempelai lancar tidak menemui halangan dan rintangan sehingga cepat mencapai kebahagiaan hidup. Gantal (daun sirih yang sudah di ikat oleh benang). Ranupada (tempat mencuci kaki) yang terdiri gayung, bokor, baki, bunga sritaman dan telur untuk acara ngindak endog. Beras, koin, biji-bijian,kantung dari kain, kain sebesar taplak untuk Kacar kucur. Nasi beserta lauk pauk untuk Dulangan (suapan)

Tata cara:

  • Pengantin pria bersiap di tempat yang telah ditentukan, sedangkan pengantin wanita berada diarah yang berlawanan. Orang tua pengantin wanita sudah siap menyambut kedatangan pengantin pria.
  • Penyerahan Pisang Sanggan
    Upacara panggih diawali dengan penyerahan pisang sanggan yang diberikan kepada pihak mempelai wanita dari pihak mempelai pria.
  • Gantel atau Lempar Sirih
    Kedua pasangan ini saling melempar sirih yang telah diikat oleh benang berwarna putih dengan harapan semoga semua godaan hilang terkena lemparan itu. Ada filosofi sendiri mengenai lempar sirih, pengantin wanita disarankan melempar duluan supaya saat berumah tangga, si wanita tidak di ‘injak-injak’ oleh si lelaki.
  • Ngidak Endhog (Menginjak Telur)
    Acara dilanjutkan dengan menginjak telur ayam yang dilakukan oleh pengantin pria kemudian dibersihkan atau dicuci kakinya oleh pengantin wanita.
  • Kacar Kucur
    Pengantin pria mengucurkan penghasilan kepada pengantin perempuan berupa uang receh beserta kelengkapannya (beras, serta biji-bijian). Di tampung di kantung yang terbuat dari kain, yang bermakna bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga. Kemudian kain itu diikat lalu diserahkan kepada ibu pengantin wanita memiliki makna membantu orang tua.
  • Dulangan
    Pengantin pria membuat nasi kepal tiga kali lalu menyuapinya ke pengantin wanita, maknanya adalah perpaduan kasih pasangan laki-laki dan perempuan.
  • Sungkeman
    Acara terakhir ditutup dengan acara sungkeman. Kedua mempelai berlutut atau jongkok didepan orang tuanya sebagai ungkapan bakti kepada orang tua serta mohon doa restu.


Inilah beberapa informasi yang saya dapat tentang Penikahan Adat Yogyakarta, saya mendapat informasi sebagian dari internet dan menanyakan secara langsung pada saat acara pernikahan tante saya di Yogyakarta pada 23-24 September 2016 kemarin. Saya sendiri tidak banyak memiliki dokumentasi lengkap karena saya sendiri baru datang pada sore hari sebelum Prosesi Midodareni, dan saya sendiri cukup sibuk membantu jalannya acara sehingga tidak sempat mengabadikan semua prosesi.

Beberapa informasi tambahan saya dapat dari hasil wawancara saya dengan MC dari acara tersebut yaitu Bapak Ir. Sunardi. Beliau adalah kenalan keluarga besar Ibu saya, beliau juga menjadi MC pernikahan orang tua saya 25 tahun yang lalu. Bapak Sunardi ini sudah sangat berpengalaman di bidang pernikahan adat sejak kurang lebih 30 tahun yang lalu. Wawancara yang saya lakukan ini tidak resmi dan bersifat spontan di sela-sela beliau membawakan acara.

Sumber-sumber:
http://sanggarriasshella.blogspot.co.id/2013/10/tata-urutan-upacara-pengantin-jawa.html
https://sandraproject.wordpress.com/2012/04/15/upacara-panggih-dalam-pernikahan-adat-jawa/
http://atyasekar31.blogspot.co.id/2016/09/tata-cara-pernikahan-adat-yogyakarta_29.html





EmoticonEmoticon